Gerakan Menuju Pos Cita-cita "Cerpen, Puisi, Traveller, Motivasi dan Gaya Hidup menjadi tautan asa dalam sebuah Selasar Nektar Kata"

Semesta

Saturday, April 30, 2016

Cerita Inspirasi : Si Mbah Sahabatku


SI MBAH SAHABATKU
Suasana bulan Ramadhan yang selalu kurindukan kehadirannya. Bagaimana tidak? Aku sangat bahagia menyambut datangnya tamu bulan yang penuh kesucian. Bulan dimana dilipatgandakan segala amalan kebajikan. Termasuk keburukan pula dilipatkan dosanya. Senang-senang agak nngeri sih...
Di bulan yang meriah ini aku menyukai suasana tadarus yang meriah, tarawih yang mekar merekah, sahur, berbuka bersama dan segala kegiatan menjadi indah di bulan ini. sesuatu yang sering dilakukan di bulan lain berbeda nuansanya bila dikerjakan di bulan ini. terasa lebih istimewa.
Aku teringat satu hal yang membuatku menitikkan air mata. Kejadian itu terlukis indah dalam kanvas hidupku.
Mbah mbah... mbah Ni,” aku memanggilnya berkali-kali. Nenek bernama Siti Nuraini itu sedang khusyu’ menyimak lantunan ayat suci Al Qur’an yang disenandungkan oleh cucunya menggunakan pengeras suara. Begitu pula denganku. Ini yang sering kami lakukan di malam-malam setelah shalat tarawih, tadarusan.
“Sopo seng nyeluk aku?” sahut yang nenek sembari memakai kacamatanya. Beliau melihat barisan anak muda yang bersila menghadap kiblat dengan kitab suci di tangannya. Ya. Beliau adalah satu-satunya perempuan yang masih eksis sampai jam sepuluh malam begini.
“Kulo mbah, “Ibad. Njenengan mpun dijemput kaleh Fitri, putune njenengan.” Kudekatkan dengan telinga beliau.
“Mana? Cucu saya ndak ada kok?” sahutnya dengan bahasa jawa. Sambil memandangi satu-satu diantara kami.
“Dia di luar masjid mbah.”
“Bilangin ke cucuku bahwa mau baca setengah juz dulu baru pulang” sambil melepas kacamatanya beliau membaca.
Injeh mbah” sahutku.
Suara merdu mbah Aini berdentam melalui pengeras suara. Suara yang bercirikan orang yang sudah lanjut usia. Namun alunan nadanya masih sangat nyaman di dengar. Bahkan mampu membuat bulu romaku merinding. Terkadang malah hingga membuatku menangis tersedu-sedu. Dari sekian banyak yang tadarus di mushala kecil ini, hanya mbah Aini yang paling tua diantara kami. Bahkan biasanya aku dan mbah Aini adalah pembaca terakhir. Hingga bila cucunya tak menjemput maka aku yang sering mengantarnya hingga depan rumah. Tentunya dengan sepeda zaman veteran dulu ”sepeda unto”.
Banyak hal yang bisa aku gamit pelajaran dari si mbah. Mulai kegigihannya menyemangati anak muda. Antusiasnya yang tak pernah padam bila untuk kebaikan, walaupun kadang jasmaninya tak mendukung. Nasehatnya yang sangat menentramkan gundah gulana. Walaupun setiap kata-katanya terdengar cedal. Karena banyak gigi beliau yang telah pensiun sejak lama. Tapi ketika melantunkan ayat suci Al-Qur’an hampir tak pernah aku mendengarkan kecedalannya. Dan bahkan yang membuatku merinding tujuh keliling adalah penglihatannya. Bagaimana dengan penglihatannya? Beliau harus menggunakan kacamata untuk melihat jalan, seseorang atau apapun itu selain Al-Qur’an. Hah? Jika tanpa kacamata menurut beliau dunia ini remang-remang seperti mendung hitam di kala hujan akan datang. Termasuk memakai kacamata untuk melihat tulisan Al-Qur’an menjadi buram tak kelihatan. Nah, spesial untuk membaca ayat suci itu si mbah harus melepas kacamatanya. Itu malah membuat si mbah dapat melihat dengan jelas. Kok bisa gitu ya?
Asumsi saya hanya sederhana saja. Kitab Al-Qur’an ini selain Firman Allah juga sebagai obat dari segala obat. Nasehat dari segala nasehat. Si mbah diberi kelancaran melantunkan Al-Qur’an walaupun beliau jika berbicara biasanya adalah cedal. Si mbah diberi kejelasan ketika melihat tulisan Arab walaupun ketika melihat sesuatu lain harus dengan kacamatanya. Ini aneh tapi nyata kawan. Ini true story. Dimana beliau saat ini semoga tenang dan terang serta lapang di kuburnya. Setahun yang lalu beliau meninggalkanku sahabatnya ketika bertadarus. Karena tak jarang pula aku sengaja datang ke rumah beliau mengajak berbuka bersama, bercanda tawa, bercerita dan mengajarkan banyak shalawat kepadaku. Beliau kala itu seorang janda yang ditinggal suaminya setahun yang lalu jua. Sedangkan anak satu-satunya merantau entah kemana.
Semoga amal ibadah si mbah sahabatku diterima dan menjadikan amal kebajikan yang berat di yaumul mizan kelak. Aamiin...
Aku jadi terisak akan kepergiaan nenek dari ibuku. Beliau pergi sekitar seminggu yang lalu. Semoga amal ibadah beliau di terima di sisi-Nya. Aamiin... dan semoga dilapangkan dan terang alam kuburnya. Aamiinn...

Share:

0 komentar:

Post a Comment

GEMPITA, Wahid Najmun Al-Farisi (Musafir Ilmu dan Cinta). Powered by Blogger.

Text Widget

"Jadilah sebaik-baik manusia, dengan selalu berbuat baik tanpa takut tak dihargai, tanpa takut tak mendapat balasan. Karena berbuat baikmu hanya ikhlas kepada Tuhan dan atas dasar kemanusiaan. Bukan karena satu pemikiran, satu agama, satu pandangan. Namun hanya satu tujuan untuk berbuat kebaikan kepada sesama."

Reriak Jiwa

Wikipedia

Search results

Sample Text

Jadikan setiap yang anda lihat, dengar dan rasakan menjadi pelajran berharga dalam hidup. Guru terbaik sepanjang zaman adalah Pengalaman. Tak peduli apakah itu pengalaman gagal atau kesuksesan.

"Tulisan adalah nyawa kedua setelah kematian"

Cloud Label

Video (4)

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Followers

Total Pageviews

Powered By Blogger

Label


Religion

Religion

Blog List

Translate

Labels

Blog Archive

Blogger templates