Gerakan Menuju Pos Cita-cita "Cerpen, Puisi, Traveller, Motivasi dan Gaya Hidup menjadi tautan asa dalam sebuah Selasar Nektar Kata"

Semesta

Saturday, June 11, 2016

Flash Fiction: Lisa dan Rasi Bintang



Lisa dan Rasi Bintang

Pada dasarnya setiap kehidupan memberi arti bagi pelakunya. Dia menjelma bayang semu yang terkadang menjemukan. Bahkan tak jarang manusia dibuat gelisah karenanya. Sama halnya seperti Lisa. Gadis tujuh belas tahun bulan lalu. Harus menerima getirnya kehidupan saat ditinggal pergi oleh orang-orang yang dicintainya. Dia harus hidup sebatang kara di gubuk reot peninggalan ayahnya.
“Tuhan tidak adil terhadapku! Apa gunanya aku hidup di dunia yang ramai? Sedangkan diriku dirundung kesepian yang mendalam” celotehnya di sebuah malam terang bulan sabit sedang. Duduk di kursi bambu tepat dibawah pohon randu yang membisu.
“Jangan begitu, Lisa. Bahkan Allah Maha Adil terhadap semua makhluknya. Kau tak akan kesepian selama kau berusaha. Tenangkan hatimu, Nak?” sumber suara itu terasa begitu dekat. Sifat suara yang sudah dia kenali. Ya itu suara ibunya. Sedangkan sang Ibu telah setahun lalu meninggalkan Lisa. Itu seperti suara tanpa bayangan.
Lisa sempat berpikir atas ucapan Ibunya itu. Namun darimana asalnya? Berkali-kali ia kernyitkan keningnya dalam kebingungan.
“Ibu! Temani aku, Bu. Aku sangat kesepian”
“Bahkan Ibu selalu melihatmu dari sini. Kenapa engkau kesepian, Nak?”
“Ibu di mana? Ibu masih hidup? Tunjukkan dirimu, Bu. Aku sangat Rindu”
“Aku tak pernah bersembunyi, Nak. Bahkan kau selalu memandang lekat wajah ibu”
“Aku tak merasa memandang engkau”
“Lihatlah ke langit. Setiap malam kau tersenyum pada bintang. Ibu pun membalas senyuman manismu”
“Ibu seorang bidadari?”
“Tidak. Ibu seorang bintang. Tepatnya Ibu adalah pemimpin rasi bintang yang kau sukai”
Pandangan Lisa secepat kilat menemukan rasi bintang itu. “Ibu, aku melihatmu tersenyum. Benarkah? Apa aku seorang anak bintang?”
“Ya. Dan kau adalah bintang yang hidup di bumi. Janganlah merasa kesepian lagi. Aku selalu di sini menantikan ceritamu di malam hari”
“Iya, Bu”
Malam semakin larut. Namun Lisa tetap bercerita tentang kisah hidupnya. Hari-harinya kini tampak ceria. Dia telah lupa akan kesepian itu sendiri. Dia terlelap setelah sang Ibu melambaikan tangan untuk pertemuan selanjutnya.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

GEMPITA, Wahid Najmun Al-Farisi (Musafir Ilmu dan Cinta). Powered by Blogger.

Text Widget

"Jadilah sebaik-baik manusia, dengan selalu berbuat baik tanpa takut tak dihargai, tanpa takut tak mendapat balasan. Karena berbuat baikmu hanya ikhlas kepada Tuhan dan atas dasar kemanusiaan. Bukan karena satu pemikiran, satu agama, satu pandangan. Namun hanya satu tujuan untuk berbuat kebaikan kepada sesama."

Reriak Jiwa

Wikipedia

Search results

Sample Text

Jadikan setiap yang anda lihat, dengar dan rasakan menjadi pelajran berharga dalam hidup. Guru terbaik sepanjang zaman adalah Pengalaman. Tak peduli apakah itu pengalaman gagal atau kesuksesan.

"Tulisan adalah nyawa kedua setelah kematian"

Cloud Label

Video (4)

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Followers

Total Pageviews

Powered By Blogger

Label


Religion

Religion

Blog List

Translate

Labels

Blog Archive

Blogger templates