Lisa dan Rasi Bintang
Pada dasarnya setiap kehidupan memberi arti bagi pelakunya. Dia menjelma
bayang semu yang terkadang menjemukan. Bahkan tak jarang manusia dibuat gelisah
karenanya. Sama halnya seperti Lisa. Gadis tujuh belas tahun bulan lalu. Harus menerima
getirnya kehidupan saat ditinggal pergi oleh orang-orang yang dicintainya. Dia harus
hidup sebatang kara di gubuk reot peninggalan ayahnya.
“Tuhan tidak adil terhadapku! Apa gunanya aku hidup di dunia yang ramai? Sedangkan
diriku dirundung kesepian yang mendalam” celotehnya di sebuah malam terang
bulan sabit sedang. Duduk di kursi bambu tepat dibawah pohon randu yang membisu.
“Jangan begitu, Lisa. Bahkan Allah Maha Adil terhadap semua makhluknya. Kau
tak akan kesepian selama kau berusaha. Tenangkan hatimu, Nak?” sumber suara itu
terasa begitu dekat. Sifat suara yang sudah dia kenali. Ya itu suara ibunya. Sedangkan
sang Ibu telah setahun lalu meninggalkan Lisa. Itu seperti suara tanpa
bayangan.
Lisa sempat berpikir atas ucapan Ibunya itu. Namun darimana asalnya? Berkali-kali
ia kernyitkan keningnya dalam kebingungan.
“Ibu! Temani aku, Bu. Aku sangat kesepian”
“Bahkan Ibu selalu melihatmu dari sini. Kenapa engkau kesepian, Nak?”
“Ibu di mana? Ibu masih hidup? Tunjukkan dirimu, Bu. Aku sangat Rindu”
“Aku tak pernah bersembunyi, Nak. Bahkan kau selalu memandang lekat wajah
ibu”
“Aku tak merasa memandang engkau”
“Lihatlah ke langit. Setiap malam kau tersenyum pada bintang. Ibu pun
membalas senyuman manismu”
“Ibu seorang bidadari?”
“Tidak. Ibu seorang bintang. Tepatnya Ibu adalah pemimpin rasi bintang
yang kau sukai”
Pandangan Lisa secepat kilat menemukan rasi bintang itu. “Ibu, aku
melihatmu tersenyum. Benarkah? Apa aku seorang anak bintang?”
“Ya. Dan kau adalah bintang yang hidup di bumi. Janganlah merasa kesepian
lagi. Aku selalu di sini menantikan ceritamu di malam hari”
“Iya, Bu”
Malam semakin larut. Namun Lisa tetap bercerita tentang kisah hidupnya. Hari-harinya
kini tampak ceria. Dia telah lupa akan kesepian itu sendiri. Dia terlelap
setelah sang Ibu melambaikan tangan untuk pertemuan selanjutnya.
0 komentar:
Post a Comment