Angkot Merah Berkarat
Senyuman adalah
sebaris ungkapan yang menyejukkan hati. Tentunya bila pada saat dan tempat yang
tepat. Ia seringkali menjelma menjadi penyemangat dan gairah hidup. Walau terkadang
bisa membuat seseorang kesal dengan senyuman yang berirama meledek. Namun menurut
Fandi senyuman baginya adalah sesuatu yang selalu memonopoli hatinya. Bagaimana
tidak? Fandi seringkali dibuat membisu oleh senyuman seorang wanita. Tapi hanya
satu wanita ini saja yang membuatnya meleleh tak berdaya.
Suatu hari di sebuah
halte Fandi menunggu angkot. Tanpa sengaja Sita−wanita yang selalu membuatnya terkesima
lewat senyuman− duduk tak jauh pada halte yang sama. Fandi sama sekali tak
berani menolehkan wajahnya walau hanya say
hello. Fandi takut wanita itu senyum padanya. Sehingga membuat pikirannya
berkelindan oleh setumpuk senyuman Sita. Fandi terlihat membentengi wajahnya
dengan sepasang telapak tangannya. Serta bibir yang terus berkomat-kamit dalam
gelombang dzikir.
Angkot bercat
merah dengan sedikit renda karat. Secepat kilat aku berjalan menaikinya. Duduk perlahan
mencari tempat paling strategis. Tiba-tiba Sita datang tepat duduk di depanku.
Fandi paham dengan tas biru terhias berbagai pin yang menempel. Tanpa sengaja
Fandi dongakkan kepalanya. Sehingga tepat memandang Sita. Wanita itu kini
memakai topeng. Sita sudah bercadar. Dengan begitu Fandi tak tahu apakah Sita
tersenyum atau tidak.
“Alhamdulillah” lirih terucap dari bibir
Fandi.
Fandi tahu
bahwa Sita sebenarnya sedang tersenyum. Karena terlihat dari pancaran matanya. Segera
ia palingkan. Karena takut setan menggodanya lewat pandangan mata. Seraya komat-kamit
dzikir istighfar. Angkot pun melaju dengan cepat. Bersamaan dengan silih
bergantinya penumpang yang naik dan turun kembali.
0 komentar:
Post a Comment