Gerakan Menuju Pos Cita-cita "Cerpen, Puisi, Traveller, Motivasi dan Gaya Hidup menjadi tautan asa dalam sebuah Selasar Nektar Kata"

Semesta

Wednesday, May 11, 2016

True Story "SOPO?" Kejadian barusan yang langsung diceritakan.


True Story "SOPO?"
Kejadian barusan yang langsung diceritakan.

"Assalamualaikum" tiga kali salam baru di jawab.
"Rumahnya mbah Parno bukan ini ya pak" seseorang yang masih terlihat muda pemilik rumah itu. Dengan bahasa Jawa halus aku berbicara.
"Kalau Mbah Parno ndak ada le, tapi kalau Yatno ada le tukang pijat. Rumahnya itu" sahut beliau. Sambil menunjuk ke rumah di sebelah rumah beliau.
"Oww... Injeh pakde. Matur Suwun"
Lalu secepat kilat saya menuju rumah yang di sebutkan.
"Assalamualaikum... Mbah... Mbah...Mbahh!" berulang kali hingga capek sendiri. Sedangkan yang menyahut hanyalah suara televisi yang begitu keras. Aku memberanikan diri untuk masuk tapi itu bukan rumahku. Ndak sopan tentunya.
Saudaraku berteriak keras. Dan kali ini berhasil. Akhirnya ada sahutan samar-samar menyeruak dari balik kamar "Masuk saja! orangnya di ruang TV".
Karena telah mendapat izin, maka aku masuk. Kubuka pintu perlahan. Tak ada yang kucari. Karena di sana hanya ada peralatan dapur. Sumber suara itu terdengar keras. Kubuka pintu lainnya. Di situ ada seorang kakek yang sedang menonton. Aku mohon izin masuk.
"Mbah...mbah... mbah..." berkali-kali aku panggil saja ndak dengar. Saking kerasnya suara TV itu.
Akhirnya aku mendekat. Pandangan mata kami beradu.
"Mbah... Saget Mijet mboten ndalu niki?" tanyaku.
"Sopo?"
"Pakdeku mbah?"
"Sopo?"
"Pakde No" tetap aku jawab dengan kelembutan.
"Sopo?"
"Nggriyone dusun enem, sederek'e mbah Senin"
"Sopo?"
Andaikan bukan orang tua, Mungkin akan aku jawab "Jarwo".
Tiba-tiba datang seorang perempuan menghampiri kami. Tampaknya perempuan itu adalah istri beliau yang menjawab salam kami tadi.
"Seng sakit No, dulure mbah Nen" dengan nada keras di dekat telinga mbah yang berkali-kali bilang sopo.
"Kalau ngomong yang keras saja le, di dekat telinganya biar dengar." perkataan istrinya ini membuatku maksud. Beliau tunarungu karena telah tua.
Maafkan daku mbah. Daku tak tahu bila engkau tak mendengar ucapanku. Karena bagaimana pun aku harus sopan. Terlebih bila berbicara dengan yang lebih tua. Nada bicaraku terlalu pelan menurutmu. Maafkan aku...

Jadi kalau berbicara dengan seseorang harus hati-hati. Pahami dan jangan sampai miscommunication.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

GEMPITA, Wahid Najmun Al-Farisi (Musafir Ilmu dan Cinta). Powered by Blogger.

Text Widget

"Jadilah sebaik-baik manusia, dengan selalu berbuat baik tanpa takut tak dihargai, tanpa takut tak mendapat balasan. Karena berbuat baikmu hanya ikhlas kepada Tuhan dan atas dasar kemanusiaan. Bukan karena satu pemikiran, satu agama, satu pandangan. Namun hanya satu tujuan untuk berbuat kebaikan kepada sesama."

Reriak Jiwa

Wikipedia

Search results

Sample Text

Jadikan setiap yang anda lihat, dengar dan rasakan menjadi pelajran berharga dalam hidup. Guru terbaik sepanjang zaman adalah Pengalaman. Tak peduli apakah itu pengalaman gagal atau kesuksesan.

"Tulisan adalah nyawa kedua setelah kematian"

Cloud Label

Video (4)

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Followers

Total Pageviews

Powered By Blogger

Label


Religion

Religion

Blog List

Translate

Labels

Blog Archive

Blogger templates