Gerakan Menuju Pos Cita-cita "Cerpen, Puisi, Traveller, Motivasi dan Gaya Hidup menjadi tautan asa dalam sebuah Selasar Nektar Kata"

Semesta

Friday, May 26, 2017

Krui dan Perjalanan Pulang

Perjalanan menuju Ibukota Pesisir Barat pun semakin menggila. Tikungan yang memutar tajam ditambah beberapa jalan yang rusak. Walaupun dalam perjalanan kami disuguhi oleh rindang pepohonan. Apalagi kalau bukan pohon damar. Pesisir Barat terkenal akan hal itu. Kabupaten yang masih terbilang baru. Karena sebelumnya adalah bagian dari Lampung Barat. Kami tempuh sekitar dua atau tiga jam dari Liwa. Dalam perjalanan kami bertemu banyak orang yang dengan tujuan sama seperti kami. Liburan ke Pantai Labuhan Jukung. Atau beberapa dari mereka menyebrang ke pulau eksotis. Yaitu Pulau Pisang, konon bentuk pulau itu menyerupai pisang. Atau beberapa yang lain berselancar di Pantai Tanjung Setia yang terkenal dengan ombaknya yang keren abis.

Ferdian, Mahmud, Reza, Wahyu, Nurdin

Keindahan Membelalak Mata

Wahyu, Sartono, Saya,, NUrdin, Ferdian, Reza, Mahmud

Lepaskan keceriaan


Tibalah kami di Pantai Labuhan Jukung. Ombaknya terlihat sekilas seperti biasa. Namun bila berenang di situ, tetiba tarikan ombak itu sangat mengerikan. Tak jarang memakan korban hingga hilang tak ditemukan. Untuk hal itu ada beberapa pesisir pantai yang tak boleh dipijaki.




Dan kami bergeser ke pantai yang dangkal. Dipenuhi oleh karang, mungkin hanya sebatas pinggang. Satu kilometer dari situ ombak besar siap menerjang. Ada cerita unik di sini. Teman kami Wahyu Edi yang katanya bisa berenang mencoba ke tengah di dekat ombak. Dikira bahwa hanya sepinggang, namun ternyata terdapat lubang yang membuatnya gugup dan kaget bukan kepalang. Ia seperti tenggelam. Oh itu benar-benar tenggelam karena kegugupannya. Sedangkan dua teman lainnya, Sartono dan Ferdian menganggap itu hanya sebuah lelucon atau kepura-puraan wahyu. Namun seketika mereka sadar dan menolong temannya itu. Setelah itu Wahyu mengajak kami pulang. Salah satu alasan yang masuk akal adalah senja mulai mengeriyip.

Diperjalanan pulang kami mampir di tempat-tempat keren untuk sekedar selfie atau foto bersama. Salah satunya di Kebon Raya Liwa. Sungguh perjalanan yang tak henti-hentinya kami syukuri dapat bertafakur atas ciptaan Allah yang tiada tandingannya.

Tugu TNBBS

Kebon Raya Liwa


Bumi Perkemahan Taman Nasioanal Bukit Barisan

Taman Ham Tebiu


***
Keesokan harinya kami berniat pulang sore. Dan ucapan saya sebelumnya menjadi nyata. Pulangnya nunggu hujan. Dan benar saja hujan akan menemani kami sepanjang perjalanan. Kami start setelah Shalat Ashar dalam keadaan hujan lebat. Namun kelebihannya kali ini beberapa dari kami sudah siap dengan jas hujan yang membalut tubuh ini.

Kami sempat berfoto di beberapa spot foto. Seperti di Bukit Skala Beghak. Perjalanan kami tak lagi dihiasi oleh cuaca dingin. Karena mendekati wilayah Kotabumi mulai panas sekalipun hujan merintik dan menderas. Namun sialnya motor yang ditunggangi Wahyu dan Edi Santoso pecah ban sekitar satu kilo sebelum Kotabumi. Dan lebih parahnya pecan ban depan dan belakang. Wajar saja, mereka berdua bertubuh dempal dan berat badan yang hampir enam puluhan.

Dahulu ikon Kopi, sekarang?

Di atas Bukit

Bumi Skala Beghak

Masjid Dari Atas Bukit



Tidak ada solusi lain selain dituntun hingga menemukan tambal ban di sebelah sana Islamic Center Kotabumi. Keputusan kami tetap melanjutkan perjalanan meski jam menunjukkan pukul 21:00 WIB. Sekalipun lelah letih dan rasa kantuk yang menyergap selaksa membelai lembut. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan.

Namun mungkin Allah menyuruh kami untuk istirahat terlebih dahulu. Alasannya mendekati daerah Blambangan yang menurut rumor lumayan rawan begal, sekalipun banyak orang. Ditambah putusnya jalan karena banjir. Beberapa motor yang lewat akan dilibas banjir. Namun tidak pada mobil yang dapat melalui dengan mudah. Keputusan kami adalah menginap di mushola Pertamina. Di situ kami bergantian jaga dan bergantian tidur.

Matahari sayu mulai terlihat di ufuk. Setelah shalat Shubuh kami lanjutkan perjalanan. Hingga sampai Metro sekita pukul 8:30 dan kami baru sadar bahwa pukul 9:10 ada jam kuliah. Dan kami takkan menyia-nyiakan waktu itu untuk tetap masuk. Karena kami sadar betapa pentingnya ilmu itu.

Setiap perjalanan pasti menyimpan sejuta kenangan, sejuta pengalaman dan sejuta mimpi yang siap dirajut. Maka dari itu, jangan pernah kau remehkan sebuah perjalanan. Kita bisa lebih mengenal sifat teman kita. Kita juga bisa lebih mengenal diri kita sendiri. Asalkan kita pandai bersyukur dan rajin bertafakur. Sambungkan tali silaturahmi sepanjang-panjangnya. Karena kita tak kan pernah tau kapan ajal menjemput kita semua? Ibarat sebuah layang-layang. Maka terbanglah tinggi dengan uluran benang yang panjang. Karena kembali adlah pengecut. Sedangkan mengulur adalah keberanian. Kembali belum tentu tau dan mengulur pun belum selamat. Jadi tetap harus wasapada. Jadilah dirimu sendiri. Jangan menjadi apa yang diharapkan seseorang. "Karena menjadi harapan seseorang tidak akan terwujud apabila seseorang yang lain berharap juga".
Share:

0 komentar:

Post a Comment

GEMPITA, Wahid Najmun Al-Farisi (Musafir Ilmu dan Cinta). Powered by Blogger.

Text Widget

"Jadilah sebaik-baik manusia, dengan selalu berbuat baik tanpa takut tak dihargai, tanpa takut tak mendapat balasan. Karena berbuat baikmu hanya ikhlas kepada Tuhan dan atas dasar kemanusiaan. Bukan karena satu pemikiran, satu agama, satu pandangan. Namun hanya satu tujuan untuk berbuat kebaikan kepada sesama."

Reriak Jiwa

Wikipedia

Search results

Sample Text

Jadikan setiap yang anda lihat, dengar dan rasakan menjadi pelajran berharga dalam hidup. Guru terbaik sepanjang zaman adalah Pengalaman. Tak peduli apakah itu pengalaman gagal atau kesuksesan.

"Tulisan adalah nyawa kedua setelah kematian"

Cloud Label

Video (4)

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Followers

Total Pageviews

Powered By Blogger

Label


Religion

Religion

Blog List

Translate

Labels

Blog Archive

Blogger templates